Miskin.... Kata ini seolah-olah menjadi satu kata yang begitu laku dijual dalam kampanye-kampanye, isinya pasti tidak lebih dari "mengurangi kemiskinan", "berjuang demi orang miskin", "membela orang miskin", atau kata-kata lainnya yang intinya sama. Semua calon pejabat di negara ini pasti meneriakkan hal-hal yang bagus untuk orang miskin. Kenapa? Karena mereka butuh dukungan orang-orang miskin. Kenapa mereka butuh? Simple, karena jumlah orang miskin sangat besar dinegara ini sehingga mampu mendorong seseorang menjadi pejabat yang berkuasa.
Secara definisi, "miskin" dihubungkan dengan jumlah penghasilan seseorang. Orang dikatakan miskin jika kemampuannya untuk menghasilkan finansial dalam satu periode berada di bawah biaya hidupnya. Anggaplah biaya hidup dasar seperti makanan sebesar Rp. 10.000.- maka kata miskian akan melekat jika dia hanya mampu menghasilkan di bawah angka tersebut.
Semua orang tahu, bahwa kebutuhan hidup itu tidak hanya makan, tapi juga pendidikan, kesehatan, perumahan dan pakaian. Jika orang miskin tidak mampu memenuhi biaya untuk makan apalagi untuk lainnya. Pertanyaan ini yang harus dijawab dan dicari jalan keluarnya?
Kita bisa lihat sekeliling kita. Lihatlah PUSKESMAS yang rumah sakitnya orang miskin, apa yang bisa ditanggulanginya. Obatnya sama semua, dokternya jarang nongol, apalagi kalau sudah menyangkut penyakit akut, apakah Puskesman bisa menanggulanginya. Kalau tidak? Kemana para orang miskin harus berobat.
Pendidikan. OK-lah SD dan SMP masih bisa murah, bagaimana SMA dan perguruan tinggi. SMA mungkin masih bisa dicari biayanya, tapi apakah bisa Perguruan Tinggi. Berapa harga kursi di PT Negeri di negara ini. Ambillah contoh UGM yang katanya punya konsep ekonomi kerakyatan, berapa uang pangkalnya dan semesterannya, sudah jutaan dan jauh dari jangkauan orang-orang miskin. Dengar harganya saja para orang miskin sudah jatuh semangat belajarnya.
Mungkin pendapat saya ini terlalu subjektif, seolah-olah negara tidak memperhatikan orang miskin. Bukankah ada beasiswa, bukankah ada tunjangan buat orang tidak mampu atau bukankah ada departemen sosial. Saya bilang memang ada, tapi apakah itu efektif untuk mengurangi orang miskin. Apakah ada penelitian yang mengatakan bahwa jumlah orang miskin yang kuliah meningkat dari tahun ke tahun. Yang ada sekarang adalah, kursi di Perguruan Tinggi Negeri, jatah SPMB-nya dikurangi karena digunakan untuk sistem seleksi yang lain. Entah itu namanya jalur mandiri, jalur prestasi, tapi ujung-ujungnya...lebih mahal.
Saya tidak tahu apakah pemerintah memang tidak punya uang untuk kesehatan dan sekolah itu. Tapi yang saya tahu, tunjangan para pejabat cukup besar, baik itu di eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Seandainya saja, masing-masing pejabat itu disisihkan Rp. 5 juta perorang untuk tambahan pendidikan dan kesehatan, saya yakin ratusan ribu orang bisa meningkatkan taraf hidupnya.
Untuk kesehatan sebenarnya pemerintah bisa mengevolusi PUSKESMAS menjadi pusat kesehatan yang setara rumah sakit. Bayangkan itu terjadi, maka tidak ada lagi penderita demam berdarah, malaria, kurang gizi, gondok, vaksinasi bayi yang tidak tertangani. Jadikan puskesmas itu 24 jam dan wajibkan seorang dokter ahli untuk menangani 1 Puskesmas, agar mereka rajin dalam bekerja beri penghasilan selayaknya mereka kerja di swasta atau jika mereka memang tidak berniat baik, cabut ijin operasinya. Tapi apakah itu mungkin? Saya juga menjawabnya "Mungkin saja" tapi dalam bayangan.
Bagi saya sebenarnya orang miskin itu tidak membutuhkan sedekah ataupun bantuan dalam bentuk uang. Tapi yang paling efektif adalah kesempatan. Beri mereka kesempatan untuk bekerja atau berwirausaha, paling tidak 20-30% pasti bisa berhasil. Siapkan sebanyak-banyaknya Balai Latihan Kerja, Bantu Market mereka, saya yakin orang miskin akan merubah hidupnya sendiri.
Dari pemilu ke pemilu tidak ada perubahan. Pemimpin terus saja berganti, tapi kata orang miskin dan berbuat untuk orang miskin hanya lipstik belaka. Mana realisasinya?
Saya juga hanya bisa bertanya.....
No comments:
Post a Comment