Saturday, August 7, 2010

Cinta adalah Komitmen

Sebuah kata yang menjadi inspirasi untuk jutaan lagu diseluruh dunia. Kata yang memberikan makna dari berbagai rasa dalam kehidupan. Satu kata yang menjadi alasan untuk sebuah pengorbanan dalam kehidupan. Kata yang memotivasi orang untuk menembus hujan, menyeberangi lautan, menahan lapar dan haus, menguras airmata, menumbuhkan keberanian, menjadikan hidup lebih hidup kata anak-anak muda saat ini. Kata itu adalah "cinta". Cukup sederhana bukan. hanya 5 huruf, C I N T A tapi cobalah dalami dengan beribu makna, selami melalui dalamnya jiwa, mengembara luasnya samudera hati, alangkah indahnya lima huruf itu, alangkah maha besarnya Tuhan telah menanamkan rasa itu di dalam hati manusia. Sungguh kita harus bersyukur, karena cinta menjadikan hidup ini terasa begitu berwarna.

Cinta sebenarnya mempunyai makna dan hidup dalam situasi yang begitu luas. Tapi, untuk tulisan ini, saya akan menyederhanakannya dengan mendefinisikan cinta sebagai sebuah alasan dan makna sehingga dua anak manusia yang berbeda menyatakan komitmen mereka untuk bersatu, menembus batas perbedaan, melepaskan begitu banyak keinginan, dengan satu tujuan yaitu mengarungi bahtera rumah tangga dengan visi untuk menjadi keluarga sakinah, mawaddah, warohmah dan menghasilkan generasi penerus yang sholeh dan sholehah. Apakah ada pasangan yang menyatakan cinta diantara mereka, bersedia berkorban agar mereka bisa bersatu, saling percaya, menjadikan cinta sebagai perekat atas perbedaan yang ada, tidak mau bahagia? Tidak dan pasti tidak. Semuanya mempunyai harapan dan bayangan bahwa setelah mereka bersatu maka hidup pasti akan dihiasi dengan tawa, dengan senyuman, dengan keindahan, dengan kebahagiaan. Nah, itulah kata yang selalu didengungkan oleh setiap orang yaitu "kebahagiaan".

Dalam kitab suci, Tuhan berkata "Sesungguhnya, aku tidak akan merubah nasib suatu kaum hingga kaum itu mau merubah nasibnya sendiri". Apa yang dimaksud Tuhan dengan semua itu? Apakah Tuhan sudah tidak mau mendengar do'a hamba-Nya lagi? Apakah Tuhan sudah bosan dengan makhluk yang bernama manusia? Sulit rasanya membayangkan bahwa Tuhan yang Maha Adil akan berlaku begitu. Sesungguhnya Tuhan sangat penyayang kepada manusia, karena itu Tuhan memberikan kesempatan berusaha kepada setiap umat-Nya untuk menggantungkan nasibnya pada usahanya. Tuhan akan menilai usaha mereka dan memberikan mereka hadiah yang terbaik. Seandainya "bahagia" adalah hadiah yang ingin kita capai, berarti kita harus berusaha dengan sungguh-sungguh, berkorban dengan keikhlasan dan kesabaran, sehingga Tuhan memberikan hadiah itu kepada kita.

Mungkin perlu untuk merenung dalam kehidupan ini dan kembali memutar memori masa lalu untuk melihat apakah kehidupan yang kita jalani selama ini memang telah sesuai dengan konsep "fitrah" yang dianugerahkan Tuhan. Apakah kita sudah berlaku benar kepada norma-norma yang telah digariskan. Norma agama, kemanusiaan, sosial, adat, kebiasaan di masyarakat. Apakah kita memahami etika dan menghargai bahwa seluruh sektor kehidupan ini memiliki aturan yang tak tertulis yang disebut etika. Renungkanlah sedalam-dalamnya, apakah kita tidak menzalimi orang lain. Apakah kita secara pribadi dan etika yang berlaku secara umum, telah berlaku benar kepada orang-orang yang terdekat seperti istri dan anak-anak kita. Mungkinkah komitmen cinta dalam realisasi rumah tangga mampu merubah cara pandang kita akan arti sebuah hubungan. Seberapa sering kita membohongi diri dan hati nurani dan untuk membela ego itu, kita menyakiti diri untuk berbohong kepada orang lain. Seberapa besar lubang yang telah kita ciptakan untuk menjadikan diri ini terperosok didalamnya dimasa depan. Sebenarnya siapa yang sedang kita sakiti, Tuhan, orang-orang terdekat yang selalu kita bela dengan alasan "cinta", ego diri kita sendiri atau memang kita tidak tahu sebenarnya hidup ini buat apa? Banyak pertanyaan yang bisa kita tulis sehingga dari perenungan itu memberikan secercah cahaya dengan air mata dan sebuah komitmen baru, "aku harus berubah".

Seorang pencuri dan penipu sekalipun, pasti ingin mendapatkan teman yang jujur dan komitmen meskipun pekerjaan mereka menyatakan sebaliknya. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang mau hidup dengan orang-orang yang suka berbohong dan tidak menepati janji. Andai setiap orang menyadari keinginan itu adalah kebutuhan, alangkah indahnya dunia ini. Tidak ada seorangpun yang saling curiga, iri, dengki dan melakukan apa saja untuk membuktikan bahwa saya benar dan mereka salah. Tidak ada yang dapat diperoleh dari sebuah kemenangan tapi menyakiti orang lain. Lihatlah wajah-wajah orang-orang yang kita sayangi atau orang-orang yang pernah kita sayangi. Berapa banyak wajah-wajah itu hadir dalam ingatan kita. Membayangkan indahnya senyum mereka dan betapa sedihnya jika melihat mereka bersedih. Komitmen adalah satu kata untuk merealisasikan apapun "makna cinta" yang kita definisikan untuk hidup ini.

Komitmen adalah keinginan untuk menjadikan semuanya seperti rencana dan terealisasi dalam bayangan imajinasi sehingga benar-benar ada dalam kehidupan ini. Anda adalah penentu dari begitu banyak kemungkinan-kemungkinan yang ada tapi percayalah semuanya bukan rekaan, pengorbanan akan menjadikan cinta itu menjadi begitu bermakna dan begitu nyata. Cinta itu hak setiap orang, jagalah ia dengan komitmen, sehinggu hidup menjadi begitu bermakna...

Tuesday, August 3, 2010

Redenominasi Vs. Sanering

Tiba-tiba saja, dunia ekonomi digegerkan oleh wacana yang langsung disampaikan oleh gubernur BI (Bapak Darmin Nasution) dan akan diusulkan tahun ini juga kepada pemerintah dan DPR mengenai redenominasi rupiah. Bayangkan jika anda punya gaji Rp. 3.000.000,- lalu tiba-tiba bulan depan di slip gaji anda berkurang tiga digit sehingga gaji anda hanya Rp. 3.000,- Pertanyaan besarnya adalah apa yang dimaksud dengan redenominasi mata uang? Apa perbedaannya dengan Sanering yang pernah dilakukan pada tahun 1959 dan 1966? Kemudian, apa untung-ruginya bagi perekonomian? Bagaimana melakukannya?

Sanering Uang
Tahun 1959 dan tahun 1966 adalah contoh riel dari pelaksanaan sanering uang. Saat itu ada kebijakan memotong nilai uang 50% dari nilai nominal atau dengan bahasa mudahnya, jika anda punya uang seribu, nilainya tinggal lima ratus saja. Jadi jika anda punya simpanan deposito sebesar 1 milyar, maka dalam jangka waktu satu hari, simpanan anda hilang setengahnya. Sayangnya, nilai yang dipotong hanya posisi nilai uang saja sementara harga barang tetap. Mengapa begitu? Karena fungsi sanering adalah menurunkan permintaan dengan cara menghilangkan sebagian daya beli melalui jumlah uang yang dimiliki.

Ekonomi dasar menjelaskan :
Harga Naik = Permintaan > Penawaran

Artinya secara sederhana, dapat dijelaskan jika permintaan atas suatu barang diturunkan maka otomatis penawaran akan menjadi lebih besar sehingga harga akan turun. Cara ekstrim untuk menurunkan permintaan adalah mengurangi jumlah uang yang dimiliki masyarakat. Orang-orang yang tadinya punya uang 10.000 rupiah misalnya dan cukup untuk membeli 1 kg. beras, dengan sanering 50% uangnya tinggal 5.000 rupiah dan hanya cukup untuk membeli setengah kilo beras. Cara ini cukup efektif dimana pada tahun 1966, inflasi sebesar 650% bisa turun menjadi 38% ditahun 1967 dan tinggal 22% tahun 1968 dan dibawah 15% tahun 1969. Meskipun begitu, kepanikan yang ditimbulkan menjadi luar biasa. Daya beli turun drastis dan mengakibatkan kemiskinan massal dan kelangkaan pangan karena sebagian besar masyarakat tidak memiliki daya beli.

Redenominasi Nilai Uang
Indonesia belum pernah melakukan kebijakan redenominasi nilai uang. Ada dua negara sebagai contoh nyata pelaksanaan sistem ini yaitu Turki dan Rumania. Dibutuhkan 10 tahun bagi Turki dan lebih dari 7 tahun bagi Rumania untuk menstabilkan kondisi ekonomi negeri mereka melalui kebijakan ini. Sistem ini sebenarnya simple saja. Uang 1.000,- setara dengan 1 rupiah. Jadi jika anda ingin membeli mainan seharga Rp. 5.000,- cukup berikan 5 rupiah saja. Disini dapat kita lihat perbedaan utama antara "sanering" dengan "redenominasi". Pada 'sanering', nilai nominal dan riel uang sama-sama dipotong sementara pada 'redenominasi', nilai nominal uang dipotong sementara nilai riel-nya tetap. Misalnya anda punya uang Rp. 1.000,- (seribu rupiah). Dengan 'sanering 50%' nilai nominal dan riel uang menjadi Rp. 500,- (lima ratus rupiah) sementara dengan sistem 'redenominasi 3 digit (kurang 000 dibelakang), nilai nominal menjadi Rp. 1,- (satu rupiah) tapi nilai riel-nya tetap Rp. 1.000,- (seribu rupiah).

Fungsi Uang
Secara umum ada tiga fungsi uang:
1. Sebagai alat transaksi
2. Sebagai alat untuk berjaga-jaga
3. Sebagai alat untuk mengukur dan menyimpan kekayaan

Berikut perbandingan antara sanering dengan redenominasi nilai uang berdasarkan fungsi uang
                                               Sanering                                       redenominasi
Alat Transaksi                     Daya Beli Berkurang                        Daya Beli Tetap
Alat Berjaga-jaga                Cadangan uang berkurang                Cadangan uang tetap
Kekayaan                           Berkurang                                        Tetap

Dari perbandingan itu, secara sepintas rasanya redenominasi tidak ada pengaruhnya, cuma berubah anggapan saja? Jadi apa fungsinya? Secara umum bagi perekonomian nasional memang begitu. Tapi jika dikaitkan dengan ekonomi regional dan global maka fungsi redenominasi menjadi lebih besar.

Berikut data negara dengan mata uang terbesar untuk tiap lembar uangnya:
Zimbabwe                                 100.000.000.000
Vietnam                                                  500.000
Indonesia                                                100.000

Indonesia diperekonomian global berada pada urutan ke-3, negara-negara yang memiliki pecahan mata uang terbesar. Jika kita melihat daftar nilai tukar mata uang di bank saja misalnya:

USD 1         =   Rp.   9.200,-       (Indonesia)
USD 1        =   SGD        1,4,-    (Singapura)
USD 1        =   Bath       41,-       (Thailand)
USD 1        =   Ringgit     4,2,-     (Malaysia)

Bayangkan, bahwa di antara negara tetangga terdekat saja, nilai uang kita paling kecil. Artinya, secara global kewibawaan mata uang rupiah menjadi sangat kurang. Jumlah uang beredar kita paling besar secara nominal. Karena besarnya, sehingga transaksi ekonomi menjadi tidak efisien jika menggunakan pecahan mata uang kecil, maka BI menerbitkan pecahan mata uang besar (100 ribu rupiah). Andai anda ingin menarik uang senilai 200 juta untuk membeli mobil secara cash, sementara pecahan uang terbesar cuma Rp. 10.000,-. Artinya anda harus membawa dua koper besar untuk membawa uang pecahan 10 ribu rupiah sebanyak 20.000,- lembar. Berapa besar ruangan yang dibutuhkan jika harus menyimpan uang sebesar 10 Trilyun dengan pecahan maksimal Rp. 10.000,- Andaikan jumlah uang kartal (riel) yang beredar sebesar 250 Trilyun dan setiap hari BI menyerap 50 Trilyun. Dengan pecahan Rp. 10.000,- berarti BI harus membangun gedung baru hanya utnuk menyimpan uang itu. Luar biasa kan?

Masalah kewibawaan ini sangat besar pengaruhnya dalam transaksi global. Jika anda pergi ke Singapura, berarti anda perlu membawa uang kas mungkin jumlahnya 10 juta rupiah jika tidak sempat menukarnya dalam mata uang SGD. Apakah anda bisa langsung bertransaksi? Saya jamin tidak ada yang mau menerima uang itu. Anda harus ke money changer dulu untuk mengkonversinya menjadi rupiah. Sayangnya tidak semua money changer menerima rupiah. Ringgit Malaysia bahkan lebih laku di sana dibanding mata uang negara kita yang besar dan luas ini. Saya sampai tercengang melihat kenyataan itu dan sedih juga. Anggaplah anda bertemu dengan money changer yang mau menerima, lalu dengan kurs Rp. 6.500,- per SGD maka sekarang anda menerima SGD 1.540,-. Bayangkan uang 10 juta rupiah atau sebanyak 100 lembar dalam pecahan Rp. 100.000,- tinggal menjadi 17 lembar (15 lembar pecahan 100 dan 2 lembar pecahan 20 SGD). Sekarang anda bisa memasukkan lembaran itu dalam dompet saku anda. Bagaimana kalau anda lupa membawa USD atau EUR, lalu buru-buru anda pergi ke Inggris misalnya. Kemana anda akan menarik uang? Mungkin ada bank yang bisa, tapi saya khawatir apakah mereka punya persediaan rupiah? Wah, sulit sekali menjawabnya.....

Pelaksanaan Redenominasi
Untuk melakukan redenominasi, persyaratan pertama yang harus ditempuh BI adalah mendapatkan restu dari pemerintah (pelaksana kebijakan fiskal) dan DPR (kebijakan legislasi). Pelaku kebijakan moneter (BI) dan kebijakan fiskal (Depkeu) harus berkoordinasi secara cepat, tepat dan sungguh-sungguh, terutama sosialisasi ke masyarakat yang paling bawah. Paling tidak harus diatur agar harga barang-barang di toko dan di pasar jangan sampai berubah drastis dan dalam jangka waktu yang agak panjang dibiarkan ada dua mata uang yang beredar. Misalnya pecahan 1.000 sekarang tetap ada lalu dikeluarkan juga pecahan yang setara (Rp. 1,-) paling tidak selama dua tahun atau lebih, sehingga masyarakat secara alamiah bisa belajar dan mengetahui kebijakan ini. Juga harus dipantau dan dimonitor langsung ke pasar-pasar (jika perlu ada poskonya) dimana dikhawatirkan para pelaku transaksi ekonomi riel di daerah-daerah salah mengerti sehingga mengarah pada kerusuhan. Fungsi polsek mungkin sangat memungkinkan untuk dimaksimalkan sebagai agen sosialisasi di daerah-daerah terutama daerah dengan tingkan turn-over (perputaran ekonomi) yang rendah. Selanjutnya, proses penggantian uang lama dengan uang baru juga harus perlahan-lahan dan jangan ekstrim untuk menghindari adanya issue bahwa uang lama sudah tidak laku misalnya.

Syarat kedua agar pelaksanaan kebijakan ini berhasil adalah inflasi yang stabil. Inflasi adalah suatu kondisi dimana harga-harga barang mengalami kenaikan secara umum dalam periode waktu tertentu. Pemerintah harus menjamin distribusi barang secara ketat. Jika inflasi melonjak, maka secara umum nilai riel uang mengecil sehingga untuk menggenjot nilai riel uang, jumlah uang beredar kembali dinaikkan dan pada akhirnya, nilai uang kembali pada pecahan besar seperti saat ini. Syarat ini tidak mudah dilakukan, karena banyaknya faktor yang mempengaruhi inflasi di negeri ini. Tidak hanya ketersediaan dan distribusi, faktor nilai tukar juga harus diperhatikan karena besarnya struktur komponen impor dalam transaksi ekonomi nasional. Otomatis jika nilai tukar melemah, maka harga impor akan naik dan ujung-ujungnya harga barang juga mengalami kenaikan. Jika ini terjadi, akhirnya pemerintah kembali harus menaikkan jumlah uang beredar dan pecahan besar kembali terjadi.

Syarat ketiga adalah kemandirian ekonomi nasional terutama untuk barang-barang kebutuhan pokok yang menjadi mayoritas transaksi. Paling tidak barang-barang seperti beras, jagung, kedelai, daging, pakan ternak, pupuk, pestisida dan barang-barang hulunya sebagian besar bisa dipasok dari dalam negeri. Barang-barang ini disebut "inflation trigger" atau barang-barang yang bisa memicu terjadinya inflasi secara cepat dalam periode waktu yang lama.

Syarat keempat menurut saya adalah kondisi politik dan keamanan yang kondusif . Indonesia masih harus belajar memisahkan antara ekonomi dan politik secara benar. Sehingga gonjangan yang terjadi pada politik tidak terpengaruh pada ekonomi. Harus ada konsistensi kebijakan minimal 5 (lima) tahun ke depan serta proses monitoring dan review yang jelas dan akurat.

Kebijakan ini bukan tanpa biaya. Menurut saya, BI paling tidak harus mengeluarkan trilyunan rupiah untuk pencetakan uang baru, sosialisi dan monitorisasi pelaksanaannya. Untuk pelaksaan 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang = iklan untuk mengecek keaslian uang), BI harus menghabiskan ratusan milyar untuk iklan diberbagai media. Apalagi kebijakan redenominasi yang memakan waktu tahunan dan frekwensi iklan tidak saja cetak dan elektronika bahkan poster tempel yang jumlahnya jutaan lembar.

Regards,
Anshari 

Monday, August 2, 2010

Kemiskinan

Miskin.... Kata ini seolah-olah menjadi satu kata yang begitu laku dijual dalam kampanye-kampanye, isinya pasti tidak lebih dari "mengurangi kemiskinan", "berjuang demi orang miskin", "membela orang miskin", atau kata-kata lainnya yang intinya sama. Semua calon pejabat di negara ini pasti meneriakkan hal-hal yang bagus untuk orang miskin. Kenapa? Karena mereka butuh dukungan orang-orang miskin. Kenapa mereka butuh? Simple, karena jumlah orang miskin sangat besar dinegara ini sehingga mampu mendorong seseorang menjadi pejabat yang berkuasa.

Secara definisi, "miskin" dihubungkan dengan jumlah penghasilan seseorang. Orang dikatakan miskin jika kemampuannya untuk menghasilkan finansial dalam satu periode berada di bawah biaya hidupnya. Anggaplah biaya hidup dasar seperti makanan sebesar Rp. 10.000.- maka kata miskian akan melekat jika dia hanya mampu menghasilkan di bawah angka tersebut.

Semua orang tahu, bahwa kebutuhan hidup itu tidak hanya makan, tapi juga pendidikan, kesehatan, perumahan dan pakaian. Jika orang miskin tidak mampu memenuhi biaya untuk makan apalagi untuk lainnya. Pertanyaan ini yang harus dijawab dan dicari jalan keluarnya?

Kita bisa lihat sekeliling kita. Lihatlah PUSKESMAS yang rumah sakitnya orang miskin, apa yang bisa ditanggulanginya. Obatnya sama semua, dokternya jarang nongol, apalagi kalau sudah menyangkut penyakit akut, apakah Puskesman bisa menanggulanginya. Kalau tidak? Kemana para orang miskin harus berobat.

Pendidikan. OK-lah SD dan SMP masih bisa murah, bagaimana SMA dan perguruan tinggi. SMA mungkin masih bisa dicari biayanya, tapi apakah bisa Perguruan Tinggi. Berapa harga kursi di PT Negeri di negara ini. Ambillah contoh UGM yang katanya punya konsep ekonomi kerakyatan, berapa uang pangkalnya dan semesterannya, sudah jutaan dan jauh dari jangkauan orang-orang miskin. Dengar harganya saja para orang miskin sudah jatuh semangat belajarnya.

Mungkin pendapat saya ini terlalu subjektif, seolah-olah negara tidak memperhatikan orang miskin. Bukankah ada beasiswa, bukankah ada tunjangan buat orang tidak mampu atau bukankah ada departemen sosial. Saya bilang memang ada, tapi apakah itu efektif untuk mengurangi orang miskin. Apakah ada penelitian yang mengatakan bahwa jumlah orang miskin yang kuliah meningkat dari tahun ke tahun. Yang ada sekarang adalah, kursi di Perguruan Tinggi Negeri, jatah SPMB-nya dikurangi karena digunakan untuk sistem seleksi yang lain. Entah itu namanya jalur mandiri, jalur prestasi, tapi ujung-ujungnya...lebih mahal.

Saya tidak tahu apakah pemerintah memang tidak punya uang untuk kesehatan dan sekolah itu. Tapi yang saya tahu, tunjangan para pejabat cukup besar, baik itu di eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Seandainya saja, masing-masing pejabat itu disisihkan Rp. 5 juta perorang untuk tambahan pendidikan dan kesehatan, saya yakin ratusan ribu orang bisa meningkatkan taraf hidupnya.

Untuk kesehatan sebenarnya pemerintah bisa mengevolusi PUSKESMAS menjadi pusat kesehatan yang setara rumah sakit. Bayangkan itu terjadi, maka tidak ada lagi penderita demam berdarah, malaria, kurang gizi, gondok, vaksinasi bayi yang tidak tertangani. Jadikan puskesmas itu 24 jam dan wajibkan seorang dokter ahli untuk menangani 1 Puskesmas, agar mereka rajin dalam bekerja beri penghasilan selayaknya mereka kerja di swasta atau jika mereka memang tidak berniat baik, cabut ijin operasinya. Tapi apakah itu mungkin? Saya juga menjawabnya "Mungkin saja" tapi dalam bayangan.

Bagi saya sebenarnya orang miskin itu tidak membutuhkan sedekah ataupun bantuan dalam bentuk uang. Tapi yang paling efektif adalah kesempatan. Beri mereka kesempatan untuk bekerja atau berwirausaha, paling tidak 20-30% pasti bisa berhasil. Siapkan sebanyak-banyaknya Balai Latihan Kerja, Bantu Market mereka, saya yakin orang miskin akan merubah hidupnya sendiri.

Dari pemilu ke pemilu tidak ada perubahan. Pemimpin terus saja berganti, tapi kata orang miskin dan berbuat untuk orang miskin hanya lipstik belaka. Mana realisasinya?

Saya juga hanya bisa bertanya.....

Saturday, July 31, 2010

Anakku...

Apa yang anda bayangkan jika anda diminta untuk membesarkan, menuntun dan mendidik anak seorang raja, presiden atau orang besar lainnya. Kemungkinan besar anda akan sangat bangga dan berusaha menjadi pengasuh yang sangat baik. Hal itulah yang saya rasakan saat ini. Saya merasa sedang mengasuh dan membesarkan calon pemimpin masa depan. Pemimpin seperti sahabat-sahabat Nabi yang begitu besarnya sehingga airmata saya selalu mengalir ketika membaca kisah mereka. Pemimpin yang akan mengeluarkan banyak kebaikan dan perubahan bagi rakyatnya. Pemimpin yang tidak merasa sebagai penguasa tapi sebagai pelayan. Pemimpin yang lebih mendambakan tidur beralaskan tikar di lantai atau dibalai bambu karena takut akan perhitungan Allah di akhirat nanti. Pemimpin yang menu makanannya sama dengan makanan rakyat kebanyakan. Pemimpin yang sederhana sehingga orang-orang tidak menyangka bahwa dia adalah pemimpinnya. Pemimpin yang akan membawa banyak keberkahan bukan kemungkaran. Tentu saya akan sangat bangga dan bisa mengatakan kepada Allah di hari perhitungan nanti… Ya Allah, mereka adalah anak-anakku……
Kebanggaan itu begitu terasa dalam kalbuku sehingga hilang rasanya segala masalah, keletihan dan kepenatan yang melanda ketika bekerja. Saat ini saya mempunyai dua orang anak, putra dan putri. Dua orang anak yang begitu lucu dan sangat membanggakan dengan tingkah dan kelakukan mereka. Dua orang anak yang memang sudah ditakdirkan oleh untuk dididik olehku.
Anak lelakiku memiliki kelebihan dari sisi mentalnya. Kuat dan tidak mudah terpengaruh. Tidak cepat puas dan selalu belajar sesuatu yang baru. Melakukan berbagai variasi atas suatu hal yang telah diketahuinya. Sorot matanya tajam seperti elang. Tubuhnya tegap dengan didukung oleh tulang-tulang yang besar seperti ibunya dan gagah sekali. Kekhawatiranku adalah, hal itu akan menjadi daya tarik wanita sehingga bisa menjadi salah satu godaan di hari remajanya.
Anakku yang putri, cantik sekali jika mengenakan kerudung. Alhamdulillah mungkin Allah mengabulkan do’aku agar diberi putri yang pantas memakai kerudung. Kulitnya putih dan halus. Wajahnya cantik dengan rambut yang tebal seperti diriku. Matanya besar dan sinar matanya halus sekali, Ya Allah mudah-mudahan sinar mata itu memang pancaran dari kehalusan perasannya. Saya sangat berharap ia nanti menjadi seorang ustadzah yang sarat dengan pengetahuan agama dan duniawi. Saya juga berdo’a dia juga seorang hafidzah dan seorang doctor.
Apa yang kuharapkan dari mereka?
Orang yang pintar adalah orang memikirkan masa depannya bukan masa yang telah lalu. Orang yang pintar adalah orang yang selalu mengambil hikmah bukan penyesalan. Orang yang pintar adalah orang selalu belajar dari kesalahan bukan mengulanginya. Orang yang pintar adalah orang yang bisa menjadikan generasi berikutnya lebih baik dari generasinya.
Anakku berdua, apa yang bisa abi harapkan dari kalian selain do’a kalian. Agar do’a kalian abi terima kalian harus menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah. Itulah syarat yang diberikan Allah. Selain itu menurut nabi “Manusia terbaik adalah manusia yang berguna bagi manusia lainnya” berarti kalian harus mendapatkan pendidikan formal yang baik dan menjadikan ilmu kalian bagi kebaikan orang banyak.
Saya sangat mengharapkan anak lelakiku menjadi dokter yang baik. Biaya rumah sakit saat ini sangat mahal dan sangat memberatkan bagi kebanyakan masyarakat, padahal sakit adalah fitrah. Pemerintah tidak mampu mengatasi hal ini. Dengan menjadi dokter, mungkin suatu saat kita bisa mempunyai rejeki dan mendirikan rumah sakit sehingga kita bisa memberikan subsidi dari rejeki kita dan membuat harga menjadi lebih murah. Anak perempuanku, jadilah seorang pejuang wanita dimanapun engkau beraktivitas. Mungkin suatu saat engkau menjadi dokter juga, atu seorang ekonom, atau seorang ustadzah atau apapun yang sesuai untukmu, berilah sesuatu kepada masyarakat. Saya melihat pancaran motivasi dan kebaikan dari sinar matamu…
Saat ini umurku sudah 29 tahun, jika merujuk kepada umur Nabi (63 tahun) maka sisa umurku hanya 34 tahun atau mungkin lebih pendek. Anak-anakkku akan menjadi generasi yang lebih baik dariku. Jika dulu saya harus berjuang untuk mendapatkan pendidikan, mereka tidak boleh seperti itu. Mereka hanya berjuang dalam belajar. Mungkin mereka akan menjadi yang terbaik, atau mungkin juga tidak, tapi saya yakin, semangat pejuangku akan menurun pada mereka. Mereka tidak akan mau mengalah dan akan terus berusaha untuk menjadi yang terbaik.
Sulit rasanya membayangkan bagaimana godaan mereka di masa depan. Saat ini, banyak hal buruk yang terjadi. Siaran televisi sangat tidak mendidik, mal-mal mengajarkan hidup konsumtif. Majalah-majalah kebanyakan berisikan gossip dan pertengkaran disbanding kebaikan. Model-model pakaian seolah-olah kembali mengacu kejaman purba dengan bahan yang semakin tipis dan semakin terbuka. Apakah saya bisa menjadikan mereka seperti yang saya harapkan sementara lingkungan begitu beratnya? Saya manusia dan Allah menugaskan saya untuk bekerja dan berusaha dan Allah-lah yang menentukan hasilnya. Hal itulah yang menjadikan saya sedikit tentran, karena saya yakin Allah maha adil.
Anakku.. janganlah kalian melihat ke atas, lihatlah ke bawah. Lihatlah anak-anak seusia kalian yang mencari rizki di perempatan lampu merah, dibaawah jembatan, digunungan sampah, distasiun kereta, stasiun bus dan ditempat-tempat lainnya yang begitu memprihatinkan. Janganlah kalian lengah dan goyah dengan godaan harta dan uang yang kalian miliki.
Anakku, kalian bukan milik abi tapi titipan Allah. Kalian bukan anak orang kaya karena abi merasa miskin dari sisi amal. Kalian bukan anak raja, tapi hamba Allah. Kalian tidak kuat tapi sangat lemah. Cobalah ambil seekor semut dan gigitkanlah semut itu di kulit kalian, sakitkah? Itulah yang menyebabkan kalian begitu lemah. Anakku, janganlah sombong dengan apa yang kalian milikku, karena kesombongan itu adalah milik Allah, merendahlah. Janganlah kalian tinggikan wajah kalian dihadapan manusia, tataplah ke tanah karena itulah tempat kalian kembali. Anakku, dirikanlah sholat karena itu kewajiban kalian dan bukti kalian sebagai hamba Allah. Anakku, jangan sekutukan Allah, karena itu dosa yang tidak terampuni. Anakku, jika kalian mencintai dan menyayangi abi, jadilah anak yang baik dan menjauhi kemungkaran karena kebaikan itulah yang dapat menolong abi dihadapan Allah. Kemungkaran kalian kan menjadikan abi sangat hina dan malu dihadapan Allah dan Rosul.
Anakku, abi adalah masa lalu dan kalian adalah masa depan. Jadilah generasi yang terbaik bagi umat. Jangan kalian menjadi inspirator perpecahan tapi menjadi coordinator persatuan. Jauhilah pertengkaran dan perdebatan

Istriku.....

Saya termasuk orang suka melihat dengan lebih details apa saja yang saya lihat. Hal itu akan saya perhatikan dengan serius sampai pertanyaan di hati ini terjawab. Kadang saya juga tidak mendapatkan jawabannya, tapi hal itu akan terus menjadi pertanyaan dan akhirnya terjawab juga. Banyak orang bilang, kebiasaan itu agak ganjil, tapi itulah kebiasaan saya dan sampai hari ini terus saya lakukan dan kadang saya memberi comment entah itu menyenangkan berupa pujian atau banyak juga yang berupa kritikan.

Hamparan Perak adalah Kampung kelahiran saya. Letaknya sekitar 30 menit dengan mobil dari kota Medan. Kampung saya terdiri dari berbagai suku. Terbesar adalah Melayu (etnis saya), jawa, banjar, batak, china dan lainnya. Dalam perbedaan budaya itu dari dulu saya senang sekali memperhatikan bagaimana sikap mereka dan memang saya simpulkan, walaupun mereka tinggal dalam satu daerah yang sama secara turun-temurun, tetap saja kultur sosial dari etnis tidak bisa disamakan, masing-masing punya cara yang berbeda.

Di kampung saya, kebanyakan seorang istri tinggal di rumah dan suami yang bekerja. Saya memperhatikan bagaimana istri membersihkan rumah, mengasuh anak, menata barang-barang, memasak dan melayani suami ketika di rumah. Seorang suami dengan mudahnya meletakkan pakaian dan istri yang mengumpulkannya serta mencucinya. Jarang sekali saya lihat suami memasak untuk keluarga ketika dia punya banyak waktu di rumah. Ada peraturan yang tak tertulis yang mungkin peninggalan dari turun-temurun dimana seorang istri seperti pelayan dalam kehidupan suami dan istri. Sehingga muncul istilah di kampung saya "ngapain perempuan sekolah tinggi-tinggi, nanti juga didapur".

Kultur itu memang terus berjalan dan abang saya juga begitu. Istrinya adalah wanita yang baik, artinya disuruh apa-apa sama suami jawabannya "baik mas....". Dalam percakapan antara dua lelaki, istri jarang dilibatkan pendapatnya. Mungkin terjadi dialog antara suami dan istri, tapi tidak untuk hal-hal yang memang menjadi preogratif suami untuk memutuskannya. Mungkin sudah kewajiban istri, pagi hari memasak dan mengasuh anak dan suami dihari liburnya tidur.

Pertanyaan saya waktu itu adalah, apakah memang itu kewajiban istri? Apakah istri wajib memasak, mencuci pakaian, mengasuh anak atau singkatnya apakah kewajiban istri sebagai pelayan dalam rumah tangga? Saat itu saya terlalu kecil untuk mendapatkan jawabannya. Saya melihat ibu saya ketika itu dan selama puluhan tahun dia melakukan itu. Kadang saya berfikir, bagaimana perasaan ibu saya melakukan itu. Apakah itu tanggungjawabnya, keikhlasannya, kewajibannya, atau keterpaksaannya.

Pertanyaan itu bergelayut terus dibenak saya sampai tiba saatnya saya kuliah. Saya kuliah di kota Medan dimana kehidupan sangat heterogen. Ketika saya berkunjung kerumah teman kuliah, saya melihat bagaimana ibunya adalah seorang yang pintar. Dia bisa memasak tapi tak jarang suaminya yang memasak. Suaminya sangat menghargai istrinya dan tidak pernah meminta istrinya untuk melakukan pekerjaan rumah tangga yang seperti saya sebut di atas "sebagai pelayan". Kehidupan mereka saya simpulkan jauh dari kehidupan ayah dan ibu saya.
Sedikit perbandingan saya dapat kala itu, apakah kehidupan orang tua teman kuliah saya itu yang benar, tapi saya juga belum bisa menjawabnya.

Kehidupan saya selanjutnya bergeser ke kota Jakarta. Di sini saya benar-benar berjuang untuk survive dan melanjutkan kuliah. Syukur saya kepada Allah karena saya mendapat sahabat-sahabat sejati yang mungkin memang kehendak Allah mempertemukan saya dengan mereka. Saya perhatikan, orangtua mereka juga punya gaya kehidupan yang berbeda. Ada gambaran orangtua yang mirip orang tua saya walaupun lebih modern. Bahkan ada seorang ibu yang tidak bisa memasak dari remajanya sampai usia tuanya. Sesuatu yang belum pernah saya bayangkan saat itu.

Bertambahnya umur membawa saya mengenal seorang gadis yang baik dan ramah. Saya tertarik padanya dan sayapun menyatakan lamaran saya padanya. Dia menerima dan memang itulah yang saya harapkan. Sebelum perkawinan saya pun mencari contoh kehidupan rumah tangga yang benar. Siapa lagi kalau bukan junjungan saya "Nabi Muhammad SAW". Saya membuka hadist-hadist, sirah dan buku apapun yang bisa menggambarkan bagaimana kehidupan suami-istri nabi.

Setelah membaca dan membandingkan dari satu sumber ke sumber lain, saya melihat dan menyimpulkan tugas istri bukan sebagai pelayan tapi sebagai mitra dalam rumah tangga. Banyak kejadian yang membuat saya menyimpulkan hal tersebut. Ada kisah yang menggambarkan nabi tidur di depan rumahnya karena pulang agak malam dan dia takut mengganggu tidur istrinya (Siti Aisyah). Kisah lain menggambarkan bagaimana nabi bersenda gurau bahkan lomba lari dengan istrinya. Para sahabat juga sering melihat nabi menambal sendiri bajunya. Ali bin Abi Tholib juga sering menumbuk gandum untuk dimasak oleh Fatimah atau bagaimana Umar mendengarkan omelan istrinya. Banyak kisah lain yang menggambarkan nabi dan para sahabat saat itu tidak menganggap istrinya sebagai pelayan.

Inputan tersebut membuat saya menyimpulkan bahwa istri adalah seorang teman, sahabat, mitra bisnis, dan apapun istilahnya yang menggambarkan dekatnya hubungan kita dengannya. Istri adalah amanah Allah kepada suami dan ini akan dipertanggungjawabkan suami diakhirat nanti. Jika istri membuat kesalahan maka sepantasnyalah suami mengingatkan agar dia terlepas dari ikut menanggung dosa dari kesalahan istri tersebut. Tapi nabi melarang menggunakan tanggungjawab itu sebagai alasan untuk menyakiti seorang istri baik secara fisik ataupun kata-kata. Istilahnya, istri diciptakan dari tulang yang bengkok, jika kita meluruskannya dengan paksaan maka ia akan patah tapi jika dibiarkan tulang itu akan semakin bengkok. Bayangkan bagaimana seorang suami harus memiliki kesabaran yang luar biasa untuk melakukan itu. Tapi tidakkah itu sebanding dengan besarnya pahala dan rizki yang dilimpahkan Allah kepada seorang suami.

Istriku........
Engkau adalah teman yang paling saya sayangi. Engkau adalah sahabat yang paling kurindukan ketika aku terbaring. Engkau adalah partner yang selalu kunantikan ketika aku duduk, dan Engkau adalah mitra yang paling kuinginkan ketika aku berdiri dan menemaniku dihari-hari hidupku....

Apakah saya bisa menjadi seorang suami yang Engkau harapkan? Hanya Engkaulah yang bisa menjawabnya, tapi Saya akan terus belajar dari hari ke hari untuk memikul tanggungjawab sebagai seorang suami.

Kebahagiaan

Pernahkan anda bertanya pada seorang teman mengenai apa yang dicarinya didunia ini? Saya pernah dan jawabannya berbeda-beda. Ada yang mengatakan "kaya didunia dan mati masuk surga", ada juga "bahagia di dunia, surga di akhirat", ada yang bilang "karier" tapi dari semuanya itu jawaban yang paling banyak adalah kebahagiaan.

Saya pernah bertanya di dalam hati, apa sich itu kebahagiaan? Wujudnya seperti apa? Tempatnya dimana?

Suatu hari saya menolong teman saya di sekolah, dengan pertolongan tersebut teman saya itu berhenti menangis dan saya pun merasa senang dan puas karena saya berhasil menolong dia. Kebahagiaan itu sangat abstrak dan tempatnya ada dalam diri kita. Tepatnya dalam kalbu atau hati kita. Semua orang sebenarnya pasti bisa merasakan bahagia dan tidak bahagia. Ketika ditimpa banyak persoalan, pressure yang tinggi, timbul rasa tidak nyaman dan tidak bahagia, kenapa? Karena persoalan dan tekanan itu telah menghimpit kalbu kita sehingga seolah-olah kalbu itu terjepit dengan hebatnya dan mengecil. Tapi coba bandingkan jika kita meraih sesuatu. Kemenangan, kesuksesan, pencapaian cita-cita atau apapun yang menyebabkan kalbu kita terasa lapang dan luas.

Dengan penjelasan di atas, saya mencoba merinci teori kenapa sebenarnya manusia bisa merasa bahagia atau tidak bahagia. Teori saya ini tidak mutlak dan tidak dijamin kebenarannya, tapi itulah kesimpulan saya saat ini. Inti dari kebahagiaan adalah kemampuan untuk menerima masalah apapun, kekecewaan apapun dan tekanan bagaimanapun setara dengan kemampuan kita menerima kesuksesan dan kemenangan. Lebih details lagi, ciptakanlah suasana kalbu yang luas dan lapang dalam kondisi apapun.

Masalah utama saya sebagai manusia adalah keinginan untuk selalu menang dan mencapai apa yang saya inginkan. Lebih dalam lagi sebenarnya bukan yang saya inginkan, tapi nafsu saya yang inginkan. Kalau begitu, lawanlah nafsu itu. Ketika terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan, tentu perasaan pertama yang muncul mungkin marah, kecewa, tidak senang, cemberut atau apapun ekspresi ketidaksenangan. Bisakah kita balikkan "first expresion" itu menjadi kesabaran, berfikir positif, jiwa besar, mengambil hikmah dan belajar untuk mendapatkan yang lebih baik. Ketika orang berkata sesuatu yang berburuk kepada saya, Apakah saya langsung berekspresi "emang dia orang suci, dia juga kan begini dan begitu" atau kita mendengarkan dan mencari kebenaran, jika benar kita perbaiki dan jika salah kita anggap angin lalu. Bukankah segala yang baik datang dari Allah dan segala yang buruk datang dari syetan. Kalau kita berekspresi sama seperti yang pertama (bales menjelekkan) apa beda saya dengannya. Apa beda pemahaman saya tentang kebahagiaan dengannya. Apa beda pemahaman agama saya dengannya. Tidak ada bedanya....

Menurut saya, dalam hidup kita pasti akan mendapatkan masalah. Tidak ada yang lebih besar dari yang lainnya. Kenapa? Karena Allah maha adil, dan Allah hanya memberikan masalah sesuai kemampuannya untuk menanganinya. Tapi jangan lupa, setiap manusia punya kelas yang berbeda dalam menangani masalah. Kelas tinggi tentu tidak sama dengan kelas menengah dan kelas rendah. Perbedaan kelas ini juga menunjukkan derajat orang tersebut. Kalau kita sepakat bahwa hidup itu pasti ada masalah, kenapa kita takut dapat masalah? Tidak dicari juga masalah itu akan datang. Lalu kenapa kita harus berpusing ria dengan masalah tersebut, bahkan ada yang gantung diri. Kita ini manusia, ketika kita berfikir batas otak dan tubuh kita tidak mampu lagi menampung masalah tersebut, serahkan pada Allah. Tugas kita berusaha dan Allah tidak mengenal kata putus asa, hanya kita sebagai manusia yang merasa dizalimi oleh-Nya.

Cobalah anda urutkan, sepanjang hidup anda, berapa panjang masalah yang telah anda hadapi dan anda selesaikan. Saya yakin sangat panjang dan tebal. Coba anda renungkan, bagaimana mungkin anda bisa menyelesaikan semuanya, padahal jumlahnya begitu banyak. Itulah kehendak Allah dan bukti kebesaran Allah. Jangan menyerah, jika cara ini tidak bisa menyelesaikan, pakai cara lain dan terussss coba cara lain dan saya sangat yakin, Allah pasti memberi hasil, karena Allah maha adil.

Sebenarnya kebahagiaan itu ada di hati dan banyak orang tidak menemukannya karena ia tidak mencarinya disana. Dia berkeliling dunia, mencari berbagai cara, pergaulan bebas, narkoba dan lainnya sebagai pelarian, tapi sebenarnya ia ada dalam diri kita. Kebahagiaan itu sangat mudah dicari sebenarnya kalau kita mau meneteskan airmata betapa lemahnya kita sebagai manusia dan kembali pada fitrah kita. Kebahagiaan itu akan terpancar dari wajah jika kita menemukannya.

Saya sudah menemukannya pada orang yang saya cintai.... Lihatlah wajahnya, bandingkan wajahnya dengan orang lain dan jika hati nurani mengevaluasinya akan terlihat perbedaan cahaya.... itulah yang saya maksud.

Selamat mencari.....